Menyelami peran altruisme dalam bisnis dan tujuan hidup
Sebagai seorang penggiat startup, saya sangat tertarik dengan satu pemikiran bahwa kesuksesan sebuah startup itu seharusnya diukur dari impact yang dihasilkan kepada masyarakat, dan bukanlah revenue atau valuasi yang fantastis. Terkadang saya bertanya ke pribadi, apakah jadi unicorn itu adalah endgame dari semua startup yang ada?
Saya menemukan penjelasan tentang ini, ketika ada sebuah episode podcast yang menghadirkan Aldi Haryopratomo, seorang serial enterpreneur yang berhasil mendirikan startup seperti Mapan (yang kemudian menjadi Go-Pay), dan menjadi advisor di beberapa startup ternama seperti Halodoc dan eFishery.
Aldi ini punya semangat “turun gunung” yang luar biasa, dimana semenjak awal karirnya dia selalu berusaha untuk selalu blusukan mendekati calon customer untuk mengetahui tantangan dan problem yang bisa dicari jawabannya, bahkan dia sampai nge-habisin waktu 18 bulan naik motor keliling Asia Tenggara buat ngobrol sama warga yang ngebutuhin akses ke pendanaan skala mikro!
Plus, Aldi juga share tentang apa yang dia lakukan saat sabbatical leave, dimana dia belajar surfing, jadi advisor startup non-digital, dan juga hal — hal unik lainnya. Ternyata belajar hal baru di luar default interest kita itu banyak banget manfaatnya, yang itu akan membuat hidup kita lebih bermakna dan juga memperkaya cara pandang dan visi kita.
Pas beres dengerin nya, saya merasa resonate banget sama sosok Aldi ini, dimana dia bilang kalau sebenernya jadi unicorn itu bukanlah tujuan utama, melainkan itu adalah indikator kalau produk yang kita tawarkan itu bermanfaat dalam skala yang besar.
Dan juga, membantu mencarikan solusi buat permasalahan orang lain itu nggak ada ruginya, karena itu akan kembali ke kita dan bikin kita menjadi manusia yang lebih baik lagi ke depannya.
Kalian bisa mendegarkan episode podcast dari Thirty Days of Lunch ini di Spotify maupun di Youtube video di link ini.
