Data-driven vs Opinion-driven Decision
Tidak semua decision bisa di guide oleh data.
Sebuah excerpt yang menarik dari bukunya Tony Fadell, seseorang yang berkontribusi besar dalam pembuatan iPod dan iPhone. Di salah satu bab yang judulnya "data vs opinion" dia bilang kalau decision itu bisa 2 jenis, data driven atau opinion driven.
Dia bilang kalau decision kita itu pasti akan di influence oleh data dan juga opini, dan kadang kita tuh nggak akan punya data yang konklusif sehingga kamu jadinya perlu memberanikan diri buat rely sama gut instict kamu.
Kalau kita terlalu pengen data driven tapi sebenernya datanya minim, jadinya kita bakalan mengikuti ilusi aja dan jadi kejebak ke analysis paralysis.
Ini menarik karena saya mengalami hal hal yang kaya gini sekarang. Sebagai CEO pemula yang bikin produk eksperimental, sering banget saya ketemu situasi dimana harus ambil decision tapi kita ga bener-bener punya data yang clear. Biasanya kita akan coba memperbanyak ngukur data dengan berbagai cara biar kita merasa lebih mantep. Tapi seringkali pas makin banyak data, kita malah jadi bingung dan galau. Ujung ujungnya malah kena "stunned" dan dragging down the project.
Semenjak saat itu, saya mencoba belajar untuk lebih rely ke gut instict kalau dihadapkan dengan situasi minim data. Ini artinya mencoba menjadikan data sebagai tools, dan memberanikan diri buat ambil keputusan dan bertanggung jawab dengan itu. Dan kemudian meyakinkan tim bahwa ini adalah decision yang terbaik dan menjelaskan thought process kita.
Ini relate dengan sebuah frasa yang bunyinya "indecisiveness is worse than making bad decision."
Ada yang pernah ngalamin juga?